Kesenian Barongsai mulai populer di zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan Gajah raja Fan Yang itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda.
Tarian singa terdiri dari dua jenis utama yakni Singa Utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat. Penampilan Singa Utara kelihatan lebih natural dan mirip singa ketimbang Singa Selatan yang memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi antara dua atau empat. Kepala Singa Selatan dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan binatang ‘Kilin’.
Gerakan antara Singa Utara dan Singa Selatan juga berbeda. Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan atau Gong dan Tambur gerakan Singa Utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.
Satu gerakan utama dari tarian Barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah ‘Lay See’. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang Singa. Proses memakan ‘Lay See’ ini berlangsung sekitar separuh bagian dari seluruh tarian Singa
Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan
Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika jaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai. Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi Politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dibungkam. Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi. Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya. Banyak perkumpulan barongsai kembali bermunculan. Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda Tionghoa yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta
Kota Padang merupakan salah satu tumbuhkan nya pertunjukkan Barongsai di Indonesia. Untuk warga kota padang sudah merupakan suatu kebiasaan dengan kehadiran Barongsai di setiap adanya Perayaan Kota misalnya Perayaan Kota Padang, Imlek, Cap Go Meh, Tahun Baru ataupun perayaan keagamaan.
Himpunan Bersatu Teguh (HBT) dan Himpunan Tjinta Tjeman (HTT) merupakan pembianaan Barongsai yang berpretasi sampai ke manca negara. Kedua perkumpulan tersebut selalu melakukan latihan latihan dengan jadwal yang teratur untuk dapat selalu berpestasi di tingkat dunia.
Sangat terlihat jelas semua warga kota baik yang bukan dari keturunan Tionghoa ikut menyaksikan acara Barongsai tersebut. Kami di Padang ini sudah menyatu dengan masyarakat semua golongan masyarakat. Tidak banyak perbedaan yang mencolok di Padang ini. semua dapat menikmati nya bersama.
Sumber : Stevanus S dan Wikipidia.
Video : Stevanus S
0 komentar:
Posting Komentar